Khauf Wa Raja'





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini akhlak dalam tasawuf sangat dibutuhkan dalam setiap manusia khususnya bagi seorang muslim. Oleh karena itu khususnya bagi orang muslim haruslah tahu apa arti ajaran-ajaran sufi atau pemahaman dalam aliran sufi itu, agar dalam mengamalkan tepat pada sasaran yang sesuai dengan kaidah agama, karena, ajaran-ajaran sufi merupakan pemahaman agama yang berdasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, pada zaman sekarang banyak dari golongan-golangan umat muslim yang menyimpang dari ajaran agama, maka dari itu untuk menjadi pedoman atau contoh kami akan menjelaskan apa yang terdapat dalam ajaran-ajaran sufi yang dapat kita teladani.
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.
سُبْحَانَكَ رَبَّنَالَانُحْصِ ثَنَاءَ عَلَيْكَ أَنْتَ كمَاَأَثْنَيْتَ عَلَ نَفْسَكَ
Maha suci engkau wahai Allah, kami tidak mampu memuji-Mu;  Pujian atas-Mu,  adalah  yang engkau pujikan kepada  diri-Mu”.
Seperti yang kita ketahui bahwa pengertian dari khauf adalah takut sedangkan raja adalah pengharapan. Kita sebagai manusia pasti memiliki rasa takut,terlebih lagi jika kita adalah hamba yang beriman,maka kita akan mengalami rasa takut ketika kita melanggar aturan atau perintah Allah SWT. Kita pasti tidak akan tenang dalam mengerjakan suatu apapun karena kita sedang takut. Sedangkan raja' sendiri yaitu pengharapan. Kita sebagai manusia pasti selalu berharap terlebih jika kita berdo'a kepada Allah maka kita akan berdoa dengan penuh harap. Berharap agar Allah mengabulkan doa kita.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Khauf’?
2.      Bagaimana pembagian Khauf?
3.      Apa ciri-ciri dari Khauf?
4.      Apa pengertian Raja’?
5.      Apa saja macam-macam Raja’?
6.      Bagaimana hubungan antara Khauf Wa Raja’?
7.      Apakah peranan dari Khauf Wa Raja’?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari khauf;
2.      Untuk mengetahui pembagian-pembagian dari khauf;
3.      Untuk mengetahui ciri-ciri dari khauf;
4.      Untuk mengetahui pengertian dari raja’;
5.      Untuk mengetahui macam-macam raja’;
6.      Untuk mengetahui hubungan antara khauf wa raja’;
7.      Untuk mengetahui peranan dari khauf wa raja’;  
8.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Taswuf dari dosen Badrus Zaman, M.Pd. I.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khauf
Khouf artinya perasaan takut yang muncul terhadap sesuatu yang mencelakakan, berbahaya atau mengganggu (lihat Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 56 dalam Abu Mushalih Ari Wahyudi, 2007: 1).
Khauf adalah reaksi atas munculnya kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang membahayakan, menghancurkan atau menyakitkan (Dra. Hj. Maryatin, 2013 : 38).
Khauf adalah kepedihan dan terbakarnya hati karena memperkirakan akan tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkn dimasa akan datang (Syaikh Abdul Qadir Isa, 2010 : 202).   
Dalil Yang Menjelaskan Khauf.
Ø  “Dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS.Al-Baqarah : 40)
Ø  “Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).”(QS.Ali Imran : 28)
Ø  “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS.Ar-Rahman : 46)
Ø  “Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya. Mereka berkata: "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab)". Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu
  menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang” (Ath-Thuur : 25-28).
B.     Pembagian Khauf
1.      Khauf Thabi‟i ; seperti takutnya seseorang terhadap binatang buas, api, tenggelam dan lain-lain (Dra. Hj. Maryatin, 2013). Rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela, akan tetapi apabila rasa takut ini menjadi sebab dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal itu haram (Abu Mushalih Ari Wahyudi, 2007: 4).  
2.      Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu sehingga membuatnya tunduk beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta'ala. Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah syirik akbar (Abu Mushalih Ari Wahyudi, 2007: 4).
3.      Khouf sirr (sesuatu yang ghaib) seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari syirik (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 57 dalam Abu Mushalih Ari Wahyudi, 2007: 4).
Ø  Tingkatan Khauf:
Orang-orag yang takut kepada Allah tidak berada pada satu tingkatan, tapi mereka beda pada tingkatan yang berbeda-beda. Ibnu Ujaibah telah mengelompokkan mereka dalam tiga kategori.
a)      Takutnya orang awam dari siksaan dan hilangnya pahala.
b)      Takutnya orang khawwash dari celaan dan hilangya kedekatan dari sisi-Nya.
c)      Takutnya orang khawwashulkhawwash akan tertutupnya
pandangan dari akhlak yang buruk.
Akibat rasa takut adalah;
ü  Takut kepada Allah adakalanya terpuji dan adapula yang tidak terpuji. Terpuji jika akhirnya membawa seseorang bisa menghindar dari maksiat, mengerjakan yang wajib dan dan meninggalkan yang haram.Jika takut tersebut menghasilkan sikap seperti itu maka hati merasa tenang, tentram dan gembira dengan nikmat Allah serta berharap akan pahalanya (Dra. Hj. Maryatin, 2013: 39).
ü  Takut yang tidak terpuji adalah yang akhirnya menyebabkan timbulnya putus asa terhadap rahmat Allah dan patah semangat pada seseorang, sehingga ia tenggelam dalam kesedihan atau bahkan dalam kemaksiatan karena keputusasaan yang mendalam (Dra. Hj. Maryatin, 2013: 39).
C.    Ciri-ciri khauf
1.      Takut dari adzab Allah adalah rasa takut yang menjadi bukti sehatnya iman. Inilah rasa takut yang wajib oleh setiap muslim, tidak boleh tidak (Dra. Hj. Maryatin, 2013: 40).
Adapun kadar wajib dari rasa takut tersebut adalah hendaknya mengandung dua konsekuensi :
a.       Hendaknya rasa takut tersebut mendorongnya untuk melakukan kewajiban.
b.      Hendaknya rasa takut tersebut mencegahnya dari perbuatan haram.
Sedangkan rasa takut yang tidak disertai satu diantara dua hal tersebut bukanlah rasa takut yang terpuji.
2.      Takut akan makar Allah . Inilah yang membuat rasa aman lenyap dari jiwa orang-orang shalih, ini pula yang menyebabkan mereka mengalami keresahan yang berkepanjangan. Salah seorang diantara mereka ketika melakukan ketaatan dimalam hari takut jika mendapatkan pagi harinya Allah mentakdirkan dia berada dalam kondisi yang sebaliknya disore hari (Dra. Hj. Maryatin, 2013: 40).
Alasan manusia takut kepada Allah
a.    Karena kekuasaan dan keagungan Allah;
b.    Karena balasan Allah;
c.    Karena taufiq dan hidayah yang diberikan kepada manusia;
d.   Karena rahmat dan minat yang dilimpahkan kepada manusia.
Allah bukanlah Dzat yang harus ditakuti dalam arti dijauhi, tetapi dipatuhi segala perintah-Nya dan dijauhi segala larangan-Nya. Allah Maha Pengasih. Lagi Maha Penyayang, Allah Maha Penolong, juga Maha Pengampun (Sifudin Zuhri dalam padistudio,2012).
D.    Pengertian Raja’
Roja' berarti mengharapkan. Apabila dikatakan rojaahu maka artinya ammalahu: dia mengharapkannya (lihat Al Mu'jam Al Wasith, 1/333 dalam Abu Mushalih Ari Wahyudi, 2008: 1). 
Menurut Ahmad Zaruq, definisi raja’ adalah kepercayaan atas karunia Allah yang dibuktikan dengan amal (Syaikh Abdul Qadir Isa, 2010: 4).
Raja’ atau berharap adalah prasangka baik seorang hamba kepada Rabbnya disaat rasa takut lebih mendominasi. Para salaf memperbesar rasa harap ketika mendekati ajal yakni di saat mereka menghadapi rasa takut akan su‟ul khatimah.  Raja’ adalah keinginan seorang terhadap sesuatu yang mungkin diperolehnya dalam waktu dekat atau jauh tapi diposisikan sebagai sesuatu yang dekat. Raja’ mengandung sikap merendah dan hal ini hanya untuk Allah . Siapa yang memalingkan kepada selain Allah maka bisa mengakibatkan syirik kecil atau besar tergantung hati orang yang mengharapkannya (Dra. Hj. Maryatin, 2013: 41).
Orang yang mengharap dan mencari rahmat Allah harus berusaha dengan sungguh-sungguh dan berijtihad dengan penuh ketulusan dan keikhlasan sampai dia memperoleh apa yang di cita-citakan (Syaikh Abdul Qadir Isa, 2010:  205).
Allah berfirman,  “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seseorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.”(QS.Al-Kahfi: 110)
Rasa takut dan harap adalah dua sayap bagi hamba untuk terbang menuju keridhaan Allah. Telah disepakati oleh orang-orang bijak bahwa raja‟ tidak sah kecuali jika disertai dengan amal.

 Adapun kondisi salaf dalam berharap kepada Allah adalah sebagai berikut:
1.      Mereka melebihkan Raja‟ ketika mendapatkan kesulitan besar. Khususnya ketika sedang menghadapi ajal.
2.      Mereka melebihkan rasa takut disaat kondisi aman dan menjalani hidupnya.
3.      Mereka juga mengumpulkan antara rasa takut dan berharap ketika menghadapai dua hal diatas.
E.     Macam raja’
Ibnul Qayyim berkata,” Jenis Raja‟ ada tiga macam, dua diantaranya terpuji dan yang satu adalah tanda terpedaya dan tercela.”
Dua raja„ yang terpuji tersebut adalah seseorang yang melakukan ketaatan kepada Allah sesuai dengan petunjuk Allah maka dia adalah orang yang mengharap pahala Allah.
Dan seseorang yang terlanjur melakukan dosa kemudianbertobat darinya maka dia adalah orang yang mengharap ampunan-Nya, maaf-Nya, kebaikan, kemurahan, kelembutan dan kemuliaan.
Adapun jenis raja„ yang ketiga (yang tercela) adalah seseorang bergumul dengan keteledoran dan dosa dan lalu mengharap rahmat Allah tanpa beramal. Inilah orang yang terpedaya, berangan-angan dan berharap dusta.
(Dra. Hj. Maryatin, 2013: 42).
F.     Hubungan antara Khauf Wa Raja’
Berbicara tentang hubungan khauf dan raja’ ibarat berbicara tentang Romeo dan Juliet.  Karena setiap orang yang raja’ pastilah ia orang yang khauf. Seorang perjalan jika ia takut ia pasti mempercepat langkahnya, kalau-kalau ia tidak mendapatkan tujuannya. Dalam hal ini penulis mengutip pendapat Ibnu Qayyim yang mengatakan bahwa dalam perjalanan menuju Tuhan, cinta, takut, dan harapan merupakan inti. Setiap orang yang mencintai pasti berharap dan takut. Mengharapkan apa yang ada pada diri kekasih dan takut tidak diperhatikan oleh kekasih atau yang ditinggalkan, sehingga setiap cinta disertai dengan takut dan harapan, karena setiap perjalanan menuju Tuhan tidak terlepas dari dosa dan mengharapkan ampunan, tidak terlepas dari amal sholeh dan mengharapkan diterima tidak lepas dari istiqomah, dan mengharapkan kekekalannya dan tidak lepas dari kedekatannya dengan Tuhan dan mengharapkan pencapaiannya. Jadi, harapan (raja') merupakan sebuah tercapainya apa yang di inginkan.  (Adb. Muin Salim, 1994: 131).
Jika seorang hamba sedang menghadap kepada Tuhannya dan berjalan untuk mencapai kedekatan di sisi-Nya, maka sebaiknya dia mengabungkan antara khauf dan raja. Jangan sampai khaufnya mengalahkan raja’nya, sehingga dia berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah.  Dan jangan pula raja'nya’mengalahkan khauf , sehingga dia terjerumus ke jurang maksiat dan kejahatan. Dia harus terbang dengan kedua sayap itu yaitu khauf dan raja’ di udara yang jernih, sehingga dia dapat mencapai kedekatan di hardirat Allah.
Hubungan antara khauf dan raja’ digambarkan dengan takut kepada api neraka-Nya dan mengharap surga-Nya, takut jauh dari-Nya dan mengharap untuk di dekat-Nya, takut di tinggalkan-Nya dan mengharap ridha-Nya, takut putus hubungan dengan-Nya dan berharap agar terus berinteraksi dengan-nya (Syeikh Abdul Qadir Isa, 2010: 206).
G.    Peranan Khauf Wa Raja’
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah sesungguhnyapenggerak hati menuju Allah 'azza wa jalla ada tiga: AlMahabbah (cinta), Al Khauf(takut) dan ArRajaa' (harap). Yang terkuat di antara ketiganya adalah mahabbah. Sebab rasa cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu dikarenakan kecintaan adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di dunia maupun di akhirat. Berbeda dengan takut. Rasa takut itu nanti akan lenyap di akhirat (bagi orang yang masuk surga, pent). Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka." (QS. Yunus: 62) Sedangkan rasa takut yang diharapkan adalah yang bisa menahan dan mencegah supaya (hamba) tidak melenceng dari jalan kebenaran.
Adapun rasa cinta, maka itulah faktor yang akan menjaga diri seorang hamba untuk tetap berjalan menuju sosok yang dicintaiNya. Langkahnya untuk terus maju meniti jalan itu tergantung pada kuatlemahnya rasa cinta. Adanya rasa takut akan membantunya untuk tidak keluar dari jalan menuju sosok yang dicintainya, dan rasa harap akan menjadi pemacu perjalanannya. Ini semua merupakan kaidah yang sangat agung. Setiap hamba wajib memperahtikan hal itu…" (Majmu' Fatawa,1/9596, dinukil dari Hushulul Ma'muul, hal. 8283). Syaikh Zaid bin Hadi berkata: "Khouf dan roja' saling beriringan. Satu sama lain mesti berjalan beriringan sehingga seorang hamba berada dalam keadaan takut kepada Allah 'azza wa jalla dan khawatir tertimpa siksaNya serta mengharapkan curahan rahmatNya..." (Taisirul Wushul, hal. 136. lihat juga Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 60 dalam Abu Mushlih Ari Wahyudi, 2007: 1-2).



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Khauf merupakan sifat khawatir dan takut terhadap Allah. Takut kepada Allah yang dimaksud disini tidak seperti takut kepada binatang buas. Melainkan takut akan berbuat maksiat kepada Allah sehingga orang yang khauf bukanlah orang yang menagis dan bercucuran air matanya, tetapi ia adalah orang yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang ia khawatirkan hukumannya. Tingkatan khauf itupun berbeda, tergantung kualitas iman seseorang. Sedangkan raja’ berarti menunggu sesuatu yang dicintai/diinginkan setelah berbagai syarat yang mampu diusahakan telah terpenuhi. Khauf dan raja itu memiliki keterkaitan yang signifikan, karena orang yang raja’ itu pasti khauf. Disisi lain dia sangat mengharapkan apa yang telah diusahakannya, namun dia juga sangat khawatir apakah dosa-dosanya akan diampuni atau tidak.



DAFTAR PUSTAKA

Isa, Syaikh Abdul Qadir. 2010. “Hakekat Tasawuf”. Jakarta. Qisthi Press.

Salim, Abd. Muin. 1994. “Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al
Qur’an”. Jakarta. Rajawali Press.

Wahyudin, Abu Mushalih Ari. 2007. “Antara Raja’ dengan Khauf”. Artikel
www.muslim.or.id. .Diakses pada tanggal 08 Februari 2008.

Maryatin. 2013. “Akhlak Tasawuf”. Ebook. Di akses pada tanggal 27 September
2013.

Ushul, Syarab Tsalatsatu dalam Abu Mushalih Ari Wahyudi. 2007. “Antara Raja’
dengan Khauf”. Ebook. Artikel www.muslim.or.id. Diakses pada tanggal 08 Februari 2008.

Zuhri, Saifudin dalam padistudio. 2012. “ Khauf wa Raja’ : Keseimbangan
Spiritualis Muslim”. http://padistudio.wordpress.com/2012/09/24/khauf-dan-raja-keseimbangan-spiritualis-muslim/. Diakses pada tanggal 24 September 2012.

Komentar