BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk yang terdiri
dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani (psikofisik), selalu menarik
untuk dibicarakan, sifatnya yang unik dan kompleks selalu menarik untuk
diteliti. Dalam kepribadian manusia terkandung berbagai sifat hewani
yang tercermin dalam berbagai kebutuhan fisik yang harus dipenuhi demi
kelangsungan hidup dirinya. Selain itu, dalam kepribadian manusia juga
terkandung berbagai sifat malaikat yang tercermin dalam kerinduan spiritualnya untuk
mengenal Allah SWT. Di dalam ayat-ayat Al Qur’an terdapat banyak sekali pembahasan tentang manusia, baik ayat-ayat yang memuji dan memuliakan manusia, ataupun
ayat-ayat yang merendahkan manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang
paling sempurna. Dibandingkan dengan makhluk Allah SWT yang lain seperti jin,
malaikat, dan hewan. Manusialah yang paling unggul diantara mereka. Jin hanya
di beri nafsu oleh Allah SWT, begitu juga dengan hewan, dia hanya diberi nafsu
saja, lain halnya dengan malaikat, dia hanya diberi akal saja tanpa nafsu. Sedangkan
manusia di beri Allah SWT nafsu dan akal. Sebagai
seorang manusia kita di perintahkan untuk menyembah Allah SWT dan menjauhi
laranganNya. Tidak hanya itu kita juga di minta untuk menyebarkan agama Allah
sesuai dengan kemampuan dan cara kita.
Da’i mempunyai
pengertian yaitu sebagai pengundang, pengajak, mengundang manusia kepada agama
Allah, yakni agar manusia mau beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Sedangkan dakwah adalah suatu pengetahuan yang mengajarkan seni dan tekhnik
menarik perhatian orang guna mengikuti suatu ideologi dan pekerjaan tertentu
atau dengan kata lain mengajarkan cara-cara mempengaruhi alam fikiran manusia
kepada suatu ideologi tertentu. Adapun yang di maksud dengan dakwah islam
adalah mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti ajaran
Allah dan RasulNya.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan di bahas oleh
penulis, diantaranya sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari da’i dan mad’u?
2. Apa tugas dari seorang da’i?
3. Bagaimana proses penyampaian dakwah?
4. Bagaimana proses penerimaan dakwah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Da’i dan Mad’u
Untuk memperoleh gambaran tentang da’i dan
mad’u telebih dahulu akan di paparkan tentang pengertian dari dakwah. Berikut
pengertian dakwah menurut para ahli:
1. M. Natsir berpendapat dakwah dalam arti luas adalah kewajiban yang harus di
pikuli oleh tiap-tiapmuslim dan muslimah. Tidak boleh seorang muslim dan
muslimah menghindari daripadanya. Beliau juga mengartikan dalam artian amar
ma’ruf nahi munkar yaitu adalah syarat mutlak kesempurnaan dan keselamtan hidup
bermasyarakat (Rosyad Shaleh. 1977: 8).
2. Menurut A. Hasymi dalam bukunya Dustur Dakwah menurut Al Qur’an, dakwah
(islamiyah) adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan menamalkan aqidah dan
syar’iah islam yang terlebih dahulu diyakini dan diamalkan oleh pendakwahnya
sendiri.
3. Menurut Toha Yahya Oemar, dalam buku Ilmu Dakwah karya Moh. Ali Aziz,
ia mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada
jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat (Jurnal: 19).
4. Sedangkan menurut Moh. Ali Aziz sendiri dalam bukunya Ilmu Dakwah
mendefinisikan dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian ajaran Islam
kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk terciptanya
individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran islam dalam
semua lapangan kehidupan (Moh Ali Aziz: 5).
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian
dakwah maka dapat di simpulkan bahwa dakwah pada hakikatnya adalah suatu usaha
aktif untuk meningkatkan taraf dan tata nilai hidup manusia sesuai dengan
ketentuan Allah dan Rasulnya, dan dakwah adalah berfungsi menyampaikan ajaran
Islam kepada umat manusia mengajak kepada mereka untuk beriman dan mentaati
Allah serta amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan secara epistimologi perkataan
dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yang berarti mengajak,
menyeru, memanggil, mengundang (Ahmad Warsono Munawwir. 1997: 406)
Da’i secara bahasa adalah suatu proses penyampaian (tabligh)
pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain
memenuhi ajakan tersebut. Sedangkan secara istilah da’i adalah orang yang
melaksanakan dakwah baik secara lisan, tulisan ataupun perbuatan dan baik
secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi. Sedang kata da’i secara umum sering disebut dengan sebutan
mubaligh (orang yang menyebarkan ajaran Islam) namun sebenarnya sebutan ini
konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai
orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama,
khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam buku Ilmu Dakwah karya Moh.
Ali Aziz terdapat pengertian para pakar dalam bidang dakwah, yaitu:
1. Nasaraddin Lathief mendefinisikan bahwa da’i itu ialah muslim dan muslimat
yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. Ahli
dakwah adalah da’i, mubaligh mustamain (juru penerang) yang menyeru mengajak
dan memberi pengajaran dan pelajaran agama Islam.
2. M. Natsir, pembawa dakwah merupakan orang yang memperingatkan atau memanggil
supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan.
3. Wahyu Ilaihi, da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan
maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok, lembaga
atau bentuk organisasi (Jurnal: 21).
Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau menjadi sasaran dakwah
atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok, baik yang
beragama Islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sedangkan
Muhammad Abduh, dalam buku Ilmu Dakwah karya Moh. Ali Aziz membagi mad’u
menjadi tiga golongan, yaitu:
a.
Golongan cerdik cendekiawan yang cinta
kebenaran, yaitu yang dapat berpikir secara kritis, cepat menangkap persoalan.
b.
Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang
belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi.
c.
Golongan yang berbeda dengan golongan di atas,
mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu, tidak sanggup
mendalam benar.
Kualifikasi pendakwah (Da’i), dari segi keahlian yang dimiliki, ada dua
macam pendakwah:
1. Secara umum adalah setiap muslim yang mukalaf (sudah dewasa).
Kewajiban berdakwah telah melekat pada mereka sesuai dengankemampuan
masing-masing sebagai realisasi perintah Rasulullah untuk menyampaikan Islam
kepada semua orang walaupun hanya satu ayat
2. Secara khusus adalah muslim yang telah mengambil spesialisasi (mutakhashish)
dibidang agama Islam, yaitu ulama dan sebagainya. (216)
Sedangkan secara terperinci, Al-Bayanuni memberikan
persyaratan sebagai pendakwah sebagai berikut:
a) Memiliki keyakinan yang mendalam terhadap apa yang akan di dakwahkan
b) Menjalin hubungan yang erat dengan mitra dakwah
c) Memiliki pengetahuan dan wawasan tentang apa yang didakwahkan
d) Ilmunya sesuai dengan perbuatannya dan konsisten (istiqamah) dalam
pelaksanaannya
e) Memiliki kepekaan yang tajam
f) Bijak dalam mengambil metode
g) Perilakunya terpuji
h) Berbaik sangka dengan umat Islam
i)
Menutupi cela orang lain
j)
Berbaur dengan masyarakat jika dipandang baik
untuk dakwah dan menjauh jika justru tidak menguntungkan
k) Menenmpatkan orang lain sesuai dengan kedudukannya dan mengetahui kelebihan
masing-masing individu
l)
Saling membantu, saling bermusyawarah, dan
saling menasihati dengan sesama pendakwah.(218-219)
Dari segi pemahaman mengenai ajaran Islam, ada tiga
tingkatan pendakwah, yaitu:
a. Pendakwah mujtahid, adalah orang
yang mampu mencurahkan pemikiran dalam menggali pemahaman langsung dari
Al-Qur’an dan Al-Sunah. Ia tidak hanya menguasai bahasa Arab, namun juga ahli
dalam Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ushul Fiqih, dan semua cabang ilmu keislaman.
b. Pendakwah Muttabi, adalah orang yang tidak memilki kemampuan seperti yang
dimiliki Pendakwah Mujtahid. Ia hanya menyampaikan pemikiran pendakwah kelompok
pertama, seperti Ibnu Katsir, dan sebagainya.
c.
Pendakwah Muqallid, adalah orang yang hanya
memahami ajaran Islam secara dangkal tanpa mengetahui dasar hukumnya secara
detail tapi ia telah terpanggil untuk menyampaikannnya kepada mitra dakwah.
Dari ketiga tingkatan pendakwah tersebut, hanya pendakwah kelompok pertama
yang secara intelektual memenuhi syarat sebagai pendakwah, sedangkan dua
tingkat dibawahnya tidak sesuai dengan kriteria pendakwah yang disepakati oleh
para ulama. (222)
B. Tugas dari Da’i
Berdakwah ialah mengajak kebaikan kepada
masyarakat.
Berdakwah tidak hanya di lakukan dengan jalan berpidato atau berceramah di atas
panggung. Tetapi dakwah akan lebih efisien (mengena kepada mad’u) jika di
lakukan dengan hikmah.
Dakwah yang dilakukan oleh da’i haruslah sesuai dengan
kondisi masyarakat tersebut, yakni harus sesuai dengan audiens (mad’u), maksudnya adalah seorang da’i dalam berdakwah
haruslah mengerti kebiasaan, dan keadaan mad’u tersebut, agar dalam penggunaan
metode berdakwah dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Serta dalam berdakwah kita juga harus menyakinkan kepada mad’u,
maksudnya adalah seorang da’i haruslah lebih
unggul dalam segi keilmuannya agar dalam penyampaian materi dakwah, da’i tidak
diremehkan oleh mad'u dan da’i dapat meyakinkan isi dakwahnya pada mad’u (Afandi
Sholeh: 2-3).
Abul A’la al-Maududi dalam bukunya
Tadzkirah al-Du’ah al-Islam mengatakan bahwa sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh pendakwah secara perorangan sebagai berikut:
1.
Sanggup
memerangi musuh dalam dirinya sendiri yaitu hawa nafsu demi ketaatan kepada
Allah SWT, dan Rasul-Nya
2.
Sanggup
berhijrah dari hal-hal yang maksiat yang dapat merendahkan dirinya dihadapan
Allah SWT dan dihadapan masyarakat
3.
Mampu menjadi uswatun
khasanah dengan budi dan akhlaknya bagi mitra dakwahnya
4.
Memiliki
persiapan mental:
a.
Sabar yang
meliputi di dalamnya sifat-sifat teliti, tekat yang kuat, tidak bersifat
pesimis dan putus asa, kuat pendirian serta selalu memelihara keseimbangan
antara akal dan emosi
b.
Senang memberi
pertolongan kepada orang dan bersedia berkorban, mengorbankan waktu, tenaga,
pikiran, dan harta serta kepentingan yang lain.
c.
Cinta dan
memiliki semangat yang tinggi dalam mencapai tujuan
d.
Menyediakan
diri untuk berkorban dan bekerja terus-menerus secara teratur dan berkesinambungan.
(219)
C. Proses Penyampaian Dakwah
Allah SWT
berfirman dalam surat Ali Imran ayat 104, yaitu :
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ
بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
١٠٤
Artinya :
“Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian sebagian orang yang mengajak kepada
kebaikan dan menyuruh kepada perbuatan yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar; Mereka adalah orang-orang yang beruntung.”
Firman
Allah SWT di atas merupakan landasan daripada proses kegiatan dakwah dan
penerangan agama yang harus dilaksanakan dalam masyarakat di berbagai lapisan. Di dalam proses kegiatan dakwah terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kegiatan dakwah dan
penerangan tersebut dapat berlangsung dengan baik.
Faktor-faktor
tersebut adalah menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Pelaksanaan dakwah
yang disebut juru dakwah atau juru penerang agama. Di kalangan masyarakat
dikenal dengan sebutan para muballigh.
2. Obyek atau sasaran dakwah yang berupa
manusia yang harus dibimbing dan dibina menjadi manusia beragama sesuai dengan
tujuan dakwah. Obyek tersebut dilihat dari aspek psikologis memiliki
variabilitas (kepelbagaian) yang luas dan rumit, menyangkut pembawaan dan
pengaruh lingkungan yang berbeda yang menuntut pendekatan berbeda-beda.
3. Lingkungan dakwah adalah suatu faktor yang besar pengaruhnya
bagi perkembangan sasaran dakwah baik berupa individu maupun berupa kelompok
manusia serta kebudayaan.
4. Alat-alat dakwah atau disebut juga media dakwah adalah
faktor yang dapat menentukan kelancaran proses dakwah.
5. Tujuan dakwah adalah suatu faktor yang menjadi pedoman arah
proses yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten.
Namun,
dalam proses dakwah, faktor-faktor tersebut diperlukan adanya sistem interaksi
dan komunikasi yang mantap dan terarah secara sistematis dan konsisten,
sehingga terbentuklah pola hubungan yang bersifat interaksional (saling
mempengaruhi antara satu faktor dengan yang lainnya).
D. Proses Penerimaan Dakwah
Menurut ilmu komunikasi, suatu informasi
diterima melalui beberapa tahap yaitu:
1. Penerimaan stimulus informasi
2. Pengelolaan informasi
3. Penyimpanan informasi
4. Menghasilkan kembali suatu informasi
Proses menerima informasi, mengelola
informasi, menyimpan informasi, dan menghasilakan informasi di sebut sebagai
Sistem Komunikasi Inter Personal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi,
memori, dan berfikir.
a. Sensasi
Sensasi berasal
dari kata “sense” yang artinya alat penginderaan yang menghubungkan
organisme dengan
lingkungan. Dalam psikologi komunikasi, sensasi adalah proses menangkap stimuli
(rangsangan). Segala sesuatu yang menyentuh alat indera maka disebut stimuli. Dalam menerima
stimuli setiap individu pasti berbeda, semua itu tergantung kepada panca indera
dan karakteristik masing-masing. Perbedaan sensasi dapat disebabkan oleh 2
faktor. Pertama, kapasitas alat indera yang berbeda. Kedua, perbedaan
pengalaman dan lingkungan, sehingga membuat perbedaan yang signifikan.
Contohnya, masakan pedas yang dirasakan oleh orang Jawa akan teras biasa-biasa
saja ketika dicicipi oleh orang padang. Hal ini menunjukkan perbedaan
lingkungan menjadi salah faktor berbedanya sensasi yang diterima.
b.
Persepsi
Persepsi adalah
proses pemberian makna pada sensasi yang dirasakan. Ketika pemberian makna itu
terjadi, maka sensasi tersebut akan berubah menjadi sebuah informasi. Terkadang
kekeliruan dalam sensasi mengakibatkan kesalahan dalam persepsi. Contoh, seseorang
memuji ketampanan anda, kemudian anda tersinggung. Sebab bagi anda kata-kata
itu bukan pujian melainkan sindiran. Disinilah letak kesalahan yang dapat
merubah suatu persepsi akibat keliru menangkap sensasi.
c.
Memori
Salah satu
kelebihan yang Tuhan berikan kepada umat manusia yaitu mampu menyimpan berbagai
macam informasi yang banyak dalam jangka waktu yang panjang. Jadi segala
sesuatu yang ditangkap oleh panca indera kemudian diubah menjadi informasi,
setelah itu disimpan didalam memori. Dengan kata lain, memori adalah suatu
sistem yang menyebabkan organism sanggup merekam kejadian tentang dunia dan
menggunakanya. Dalam menyimpan informasi, memori mengalami 3
proses, yaitu:
1)
Perekaman, yaitu merekam informasi yang berasal
dari persepsi dan dicatat melalui jaringan saraf.
2)
Penyimpanan, informasi disimpan dalma bentuk
tertentu, ditempat tertentu dan dalam waktu tertentu.
3)
Pemanggilan atau mengingat kembali.
Dalam mengingat kembali informasi yang telah
lama dapat dilakukan dengan empat hal yaitu,
pengingatan, pengenalan, belajar lagi, dan rekonstruksi kembali.
d. Berfikir
Berpikir
merupakan salah satu kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang
sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir merupakan manipulasi dari
unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu
melakukan kegiatan yang tampak. Berpikir
merupakan proses keempat setelah sensasi, persepsi, dan memori. Dalam berpikir
seseorang melibatkan ketiganya sekaligus. Bagi setiap manusia, berpikir
sangatlah penting karena berfungsi untuk memecahkan masalah, mengambil
keputusan atau untuk melahirkan sesuatu yang baru.
Menurut para
ahli psikologi, berpikir kretaif mengalami 5 proses, yaitu:
1) Orientasi,
yakni merumuskan dan mengidentifikasi masalah.
2) Preparasi,
yaitu mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi.
3) Inkubasi, yakni
berhenti dulu ketika mengalami kesulitan mencari jalan dalam memecahkan suatu
masalah.
4) Iluminasi, yakni mencari ilham.
5) Verifikasi atau
menguji dan menilai secara kritis pemecahan masalah yang dipikirkan (Azlin Nazaruddin. Makalah : 8-11).
BAB III
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu
kegiatan untuk menyampaikan, mengajarkan, mengajak serta mempraktikan ajaran
isalam di dalam kehidupan sehari-sehari. Sedangkan da’i adalah orang yang
menyampaikan ajaran islam kepada mad’u
atau objek dakwah, da’i sendiri harus mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai
dan tingkah laku yang baik secara pribadi ataupun sosial. Serta Mad’uatau objek
dakwah adalah seorang manusia yang merupakan individu atau bagian dari
komunitas tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Ali. 2016. “Ilmu Dakwah Edisi Revesi”. Jakarta: Prenadamedia Group.
Nazaruddin, Azlin dan Muhammad Nanang Q. 2015. “Berfikir dari Penerima
Dakwah”. Makalah. Pontianak. IAIN Pontianak.
Risdiana, Aris. 2014. “Transformasi Peran Da’i dalam Menjawab Peluang dan
Tantangan”. Jurnal. Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diakses
pada tanggal 09 Maret 2018. Pukul 07:45.
Soleh, Afandi. 2014. “Menguak Hakikat Manusia Sebagai Da’i dan Mad’u”. kulyahinternet.blogspot.co.id/2014/06/menguak-hakikat-manusia-sebagai-dai-dan.html.
Studi Teoritis Tentang Korelasi Antara Kualitas Da’i Dalam Menyampaikan
Materi Dakwah dengan Penyerapan Materi pada Jama’ah Ibu-ibu. Jurnal. Di
akses pada tanggal 09 Maret 2018. Pukul 07:42.
Komentar
Posting Komentar