BAB II
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
BAB
III
ISI
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia
dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung
dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan
mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap
negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan
agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari
negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat
dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi
Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi
Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949. BFO yang
didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari
negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan,
Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede Agung,
memainkan peran penting dalam pembentukan BFO.BFO yang
dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van Mook
mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946. Beberapa
negara federal yang tergabung dalam BFO masih menyisakan jejak-jejak van Mook.Tetapi tidak
berarti BFO sepenuhnya dikendalikan oleh van Mook atau Belanda. Bahkan dalam
beberapa hal, BFO dan van Mook berseberangan sudut pandang. BFO yang lahir di
Bandung bergerak dalam kerangka negara Indonesia yang merdeka, berdaulat dan
berbentuk negara federal. BFO ingin agar badan federasi inilah yang kelak juga
menaungi RI di bawah payung Republik Indonesia Serikat.Ini berbeda
titik pijak dengan van Mook yang jusrtu berharap BFO bisa menjadi pintu masuk
untuk meniadakan pemerintah Indonesia, persisnya Republik Indonesia. Kegagalan
mengendalikan sepenuhnya BFO inilah yang menjadi salah satu penyebab mundurnya
van Mook sebagai orang yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda guna mengusahakan
kembalinya tatanan kolonial. Alasan itu menjadi penyebab Wakil Tinggi
Pemerintah Belanda di Jakarta, Beel, juga mengundurkan diri dari jabatannya.BFO ikut pula
memainkan peran penting dalam membebaskan para petinggi RI yang ditangkap
Belanda pada Agresi Militer II. Para pemimpin BFO mengambil sikap yang tak
diduga oleh Belanda tersebut menyusul Agresi Militer II yang diangap melecehkan
kedaulatan sebuah bangsa di tanah airnya. Agresi Militer II tak cuma melahirkan
simpati dunia internasional, melainkan juga simpati negara-negara federal yang sebelumnya
memisahkan dari RI.Selain membahas
aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan membentuk RIS,
Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal
menjelang digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949.Bagi pemerintah
RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan semata karena
ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI
menganggap BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook.
Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan
Indonesia.Konferensi yang
berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi perbincangan mengenai konsep
dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak
dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil
kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:Negara Indonesia
Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan
demokrasi dan federalisme (serikat),RIS akan
dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden, RIS akan
menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari
kerajaan Belanda, Angkatan perang
RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi
Angkatan Perang RIS, dan Pembentukkan
angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan
Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta
kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.Dampak dari
Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui
Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI,
terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde
Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki
legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.
Komentar
Posting Komentar