Teori Pres

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Pers selalu mengambil bentuk dan warna struktur-struktur sosial politik di dalam mana ia beroperasi. Terutama, pers mencerminkan sistem pengawasan sosial dengan mana hubungan  antara orang dan lembaga yang di atur.
Orang harus melihat pada sistem – sistem masyarakat  dimana pers itu berfungsi. Untuk melihat sistem- sistem masyarakat sosial dalam kaitan yang sesungguhnya dengan pers, orang harus melihat asumsi dasar yang dimiliki masyarakat tersebut. Hakikat manusia, hakikat masyarakat dan negara, hubungan antar manusia dengan negara, hakikat pengetahuan dan kebenaran.
Dua aliran pokok pemikiran mengenai hubungan antarmanusia dalam kehidupan bernegara yaitu individualisme dan kolektivisme merupakan dasar lahirnya dua filsafat kehidupan dalam bernegara. Perbedaan aliran pokok pemikiran dan perbedaan filsafat kehidupan yang dianut akan membedakan sampai sejauh mana pengakuan hak komunikasi sebagai salah satu hak asasi manusia dalam suatu negara. Perbedaan inilah juga yang mengakibatkan munculnya teori pers yang berbeda.
Pada tingkat perkembangan ini, masyarakat manusia di suatu wilayah tertentu itu memerlukan adanya manusia-manusia tertentu untuk melaksanakan pengaturan hubungan antar manusia, anggota masyarakat itu. Mulai saat ini, masyarakat manusia di suatu wilayah tertentu itu telah berada dalam suatu organisasi yang diberi istilah negara.
Pers sebagai media cetak yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, lahir dan berkembang pada masa jayanya sistem otoritarian, dan telah banyak melahirkan filsafat dan teori terutama yang berkaitan dengan ediologi yang mencakup mengenai kebebasan pers (freedom of the pers). Media penyiaran (radio dan televisi) dan film itu lahir dan berkembang pada abad ke 19, jauh sudah relation, surat kabar tercetak pertama di dunia, terbit tahun 1609 di straatburg (jerman). Dalam ilmu komunikasi telah lama dikaji tentang beberapa ideologi yang telah melahirkan teori tentang pers, terutama yang berkaitan dengan kebabasan dan tanggung jawab pers.

Tiap sistem berkembang sesuai dengan sesuai dengan semngat zamannya , sehingga tidak boleh di telaah terpisah dari zaman yang melahirkan dan mengembangkannya. Sistem itu lahir dan berkembang sejalan dengan ideologi dan paradigma komunikasi yang ada pada setiap negara pada masa tertentu. Tiga sistem yang disajikan berikut ini lahir dari tiga macam ideologi dan dua sistem pers, yang merupakan revisi dan modifikasi dari sistem libertarian serta dua sistem pers yang merupakan sistem pers alternatif yang bersumber dari dua macam ideologi yang berbeda.

Rumusan Masalah
Apa macam-macam teori pers?
Bagaimana fungsi dan peranan pers di Indonesia?
Bagaimana perkembangan dari  sistem pers di Indonesia?

Tujuan
Mengetahui macam-macam teori pers.
Mengetahui bagaimana fungsi dan peranan pers di Indonesia.
Mengetahui perkembangan dari sistem pers di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Macam-macam teori pers
  teori yang disajikan berikut ini lahir dari tiga macam ideologi dan dua sistem pers, yang merupakan revisi dan modifikasi dari sistem libertarian serta dua sistem pers yang merupakan sistem pers alternatif yang bersumber dari dua macam ideologi yang berbeda.
Teori pers otoritarian
Teori otoriter adalah pers yang mendukung dan menjadi kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan melayani negara. Teori ini muncul setelah mesin cetak ditemukan dan menjadi dasar perkembangan pers komunis soviet . Dikenal sebagai sistem tertua yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. Saat itu, apa yang disebut kebenaran adalah milik beberapa gelintir penguasa saja. Karena itu fungsi pers adalah dari puncak turun kebawah.
Ketika dasar teori dan teori pers pertama mendukung dan menjadi kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Mesin cetak harus memiliki izin dan dalam beberapa kondisi harus mendapat hak ijin pemakaian khusus dari kerajaan atau pemerintah agar bisa digunakan dalam penerbitan. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor langsung dan peraturan yang diterapkan  sendiri dalam tubuh serikat pemilik mesin cetak, individu dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah yang berkuasa. Dalam sistem otoriter, pers bisa dimiliki baik secara publik maupun perorangan, namun demikian, tetap dianggap sebagai alat untuk menyebarkan kebijakan pemerintah. Pers lebih digunakan untuk memberi informasi kepada rakyat mengenai apa yang penguasa pikirkan, apa yang mereka inginkan, dan apa yang harus didukung oleh rakyat. Berbagai kejadian yang akan diberitakan dikontrol oleh pemerintah karena kekuasaan raja sangat mutlak. Negara dengan raja sebagai kekuatan adalah pusat segala kegiatan. Oleh karena itu, individu tidak penting, yang lebih penting adalah negara sebagai tujuan akhir individu. Benito Mussolini (Italia) dan Adolf Hitler (Jerman) adalah dua penguasa yang mewarisi sistem pers otoriter.
Saat ini penyensoran, baik oleh pemerintah maupun swasta, masih hidup dan berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk yang menyatakan yang menganut demokrasi. Misalnya perselisihan yang sering terjadi antara wartawan dengan pemerintahan Singapura yang terkenal dengan kontrol media yang ketat dimana petugas berwenang melakukan sensor atau pengeditan pada program dan pengeditan. Harian seperti Asian Wall Street Journal, Far Eastern Economic Review, dan International Herald Tribune merupakan harian yang pernah berselisih dengan pemerintah Singapura, dan harus membayar denda serta menghadapi kontrol yang ketat.
Secara historis dan geografis teori otoritarian telah membentuk pola umum bagi sebagian besar sistem pers nasional di dunia, karena sistem itu paling luas pengaruh dan penyebarannya. Sistem itu kemudian mengalami kemunduran dengan berkembangnya gagasan tentang kebebasan individu.
Libertarian Press (pers liberal)
Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad ke 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara barat yang disebut aufklarung (pencerahan). Teori ini berkembang sebagai dampak dari masa pencerahan dan teori umum tentang rasionalisasi serta hak-hak alamiah dan berusaha melawan pandangan yang otoriter. Esensi dasar sistem ini memandang manusia mempunyai hak asasi dan meyakini bahwa manusia akan bisa mengembangkan pemikirannya secara baik jika diberi kebebasan.
Manusia dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan akal dan bisa mengatur sekelilingnya untuk tujuan yang mulia. Kebebasan adalah hal yang utama untuk mewujudkan esensi dasar itu, sedangkan control pemerintah dipandang sebagai menifestasi kebebasan berpikir. Oleh karena itu, pers harus diberi tempat yang sebebas-bebasnya untuk mencari kebenaran. Kebenaran akan diperoleh jika pers diberi kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki oleh manusia.
Libertarian theory menjadi dasar modifikasi social responsibility theory, dan merupakan kebalikan dari Authoritarian Theory dalam hal hubungan posisi manusia terhadap negara. Manusia tidak lagi dianggap bebas untuk dipimpin dan diarahkan. Kebenaran bukan lagi milik kodrati manusia. Dan pers dianggap partner dalam mencari kebenaran. Untuk selama dua ratus tahun, pers Amerika dan Inggris menganut teori liberal ini, bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai Fourth Estate (kekuasaan keempat) dalam proses pemerintahan, setelah kekuasaan pertama lembaga eksekutif, kekuasaan kedua lembaga legislatif, dan kekuasaan ketiga lembaga yudikatif.
Teori liberal pers berkembang di Inggris selama abad ke 18 tetapi tidak diperbolehkan dijalankan di koloni Inggris di Amerika Utara sampai putusnya hubungan dengan Negara induk tersebut. Setelah tahun 1776, teori ini diimplementasikan diseluruh wilayah yang lepas dari pemerintahan colonial dan secara resmi diadopsi dengan adanya Amandemen pertama pada piagam Hak Asasi Manusia baru yang ditambahkan ke dalam Undang-undang dasar. Dari tulisan Milton, Locke, dan Mill dapat dimunculkan sebagai pemahaman bahwa pers harus mendukung fungsi membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari keuntungan. Di bawah teori liberal, pers bersifat swasta, dan siapaun yang mempunyai uang yang cukup dapat menerbitkan media. Media dikontrol dalam dua cara. Dengan beragamnya pendapat “proses pembuktian kebenaran” dalam “pasar bebas gagasan” akan memungkinkan individu membedakan mana yang benar dan yang salah. Demikian pula dengan sistem hokum yang memiliki ketentuan untuk menindak tindakan fitnah, tindakan senonoh, ketidaksopanan, dan hasutan dalam masa peperangan.

On Liberty, perwujudan terbaik dan ringkas dari gagasan mendukung ”pers bebas”, diterbitkan pada pertengahan abad 19 oleh John Stuart Mill. Pada bab 2 buku ini, Mill berpendapat bahwa kalau kita mematikan opini, maka mati pula kebenaran. Teori liberal mengatakan bahwa manusia dapat membetulkan kesalahannya, namun hanya bila ada kemungkinan atau kesempatan untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat agar fakta dan kebenaran akhirnya bisa terlihat. Mill berpendapat bahwa satu-satunya cara manusia agar bisa memahami segala sesuatu secara utuh adalah dengan mendengar berbagai pendapat orang tentang hal tersebut. Teori liberal dengan paham kebenarannya yang diterima secara luas, berguna dan terus berkembang sampai akhirnya revolusi industri juga mempengaruhi dunia penerbitan dan penyiaran. Ketika teknologi memungkinkan distribusi koran dengan luas dan cepat, nilai ekonomi produksi masal menjadi sangat penting.
Perusahaan penerbit koran mulai membeli atau bergabung dengan penerbit yang kecilsampai akhirnya kini banyak kota yang memiliki lebih dari satu surat kabar yang bersaing satu sama lain. Hal ini menyebabkan banyak orang, baik di dalam maupun luar media, mulai mempertanyakan manfaat teori liberal dalam masyarakat yang demokratis.
Teori ini memandang bahwa pers merupakan mitra dalam mencari kebenaran, sehingga pers bukan lagi menjadi alat penguasa, melainkan sarana bagi individu untuk mengawasi kekuasaan, agar kebenaran dapat menampakkan diri. Semua pendapatharus memperoleh kesempatan yang sama untuk didengar melalui bursa ide yang bebas dan di suarakan melalui pers yang bebas pula.

Social Responsibility Press (pers tanggung jawab sosial)
Muncul pada abad ke 20 sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Di abad ini, ada gagasan yang berkembang bahwa media satu-satunya yang dilindungi piagam hak asasi manusia, harus memenuhi tanggung jawab sosial. Teori tanggung jawab sosial, yang merupakan gagasan evolusi praktisi media, dan hasil kerja komisi kebebasan pers (Comission on Freedom of The Press), berpendapat bahwa selain bertujuan untuk memberikan informasi, mengibur, mencari untung (seperti hal teori liberal), juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi.

Teori tanggung jawab sosial mengatakan bahwa, setiap orang yang memiliki suatu yang penting untuk dikemukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media tidak dianggap memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Dasar pemikiran sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.
Sistem ini muncul di Amerika Serikat ketika apa yang telah dinikmati oleh pers Amerika selama dua abad lebih, dinilai harus diadakan pembatasan atas dasar moral dan etika. Penekanan pada tanggung jawab sosial dianggap penting untuk menghindari kemungkinan terganggunya ketertiban umum. Menurut Peterson, “kebebasan pers harus disertai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat guna melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepada komunikasi massa dalam masyarakat modern selama ini.” Sistem ini juga lebih menekankan kepentingan umum dibanding dengan kepentingan pribadi. Social Responsibility muncul di negara-negara nonkomunis dan sering juga disebut sebagai new libertarianism.
Di bawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen, kode etik profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan pengatur mengingat keterbatasan teknis pada jumlah saluran frekuensi yang tersedia.  Selama bertahun-tahun di Amerika ada kecenderungan untuk melakukan “deregulasi” bidang penyiaran. Alasannya adalah dengan adanya teknologi beru seperti TV kabel dan siaran berdaya rendah, saat ini ada cukup banyak saluran yang tersedia dalam tiap komunitas sehingga aturan yang ada tidak diperlukan lagi.
Teori tanggung jawab memunculkan banyak perbedaan pendapat mengenai siapa yang memastikan kalau media bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bagaimana memutuskan apakah suatu pendapat cukup penting untuk diberi cukup ruang dan waktu dalam media. Dulu komisi Hutchins (komisi kebebasan pers) melihat bahwa media jarang mengaitkan berita-beritanya dalam masalah yang betul-betul mempengaruhi pemirsa/pembacanya. Saat ini kita melihat beberapa pengecualian. Misalnya, pada awal tahun 1999, New York Times menerbitkan “Global Contagnion” sepanjang 26.000 kata dan dibuat kata dan dibuat dalam empat seri untuk membahas krisis keuangan dunia (15-18 februari). Kritik lainnya terhadap pers yang diungkap komisi Hutchins adalah kurangnya tindak lanjut atas suatu kejadian. Di sinilah banyak media menjalankan produk baru. Banyak masalah media berhubungan dengan pendidikan reporter dan editornya dan kurang persiapan sebelum melaksanakan tugas. Hal ini menjadi perhatian komisi baik dulu maupun sekarang. Reporter dan editor sering kali melakukan kesalahan ketika harus memberitakan fakta yang berhubungan dengan matematika, ilmu pengetahuan, sejarah, dan geografi. Kesalahan faktual yang jelas terlihat akan menimbulkan keraguan pada keakuratan keseluruhan laporan. Jika reporter dan editor tidak dapat menyajikan fakta yang jelas dan benar, apakah pembaca dan pemirsa dapat percaya bahwa fakta yang lebih rumit dapat disajikan benar? Akibatnya timbul keraguan pada kredibilitas media yang semakin dan memang selalu rendah.
Pada hakikatnya teori pers tanggung jawab sosial tetap berada dalam kerangka libertarian, karena meskipun pers diberi tanggung jawab sosial, titik beratnya tetap berada pada kebebasan. Pers diberi kebebasan tetapi dalam rangka menjalankan kebebasab itu, pers harus memiliki tanggung jawab kepada masyarakat.

Soviet Communist Press (pers komunis Soviet)
Teori pers komunis social baru tumbuh dua tahun setelah revolusi oktober 1917 di Rusia dan berakar pada teori pers authoritarian. Berkembang karena munculnya Negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh Dialektika Hegel (mengatakan bahwa tak ada bidang-bidang realitas maupun bidang-bidang pengetahuan yang terisolasi/berdiri sendiri; semua saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran. Sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungan).
Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral negara. Pers menjadi alat atau organ partai yang berkuasa (partai komunis Uni Soviet/PKUS). Dengan demikian, segala sesuatu ditentukan oleh negara (partai). Kritik diijinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai. Media massa melakukan yang terbaik untuk partai yang ditentukan oleh pemimpin PKUS. Bagi Lenin (penguasa Soviet pada waktu itu) pers harus melayani kepentingan kelas dominan dalam masyarakat, yakni proletar. Pers harus menjadi collective propagandist,  collective agitator, collective organizer. Adapun kaum proletar diwakili oleh partai komunis.
Fungsi pers adalah indoktrinasi massa, pendidikan atau bimbingan massa yang dilancarkan partai. Ini juga diakui Stalin, pemimpin sesudah Lenin. Teori totaliter soviet merupakan perubahan dari teori otoriter pers pada negara-negara yang berhaluan komunis. Sistem pers ini menopang kehidupan sistem sosialis Soviet Rusia yang dan memelihara pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan sebagaimana biasanya terjadi dalam kehidupan komunis. Sebab itu, di negara tersebut tidak terdapat pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah. Segala sesuatu yang memerlukan keputusan dan penetapan umumnya dilakukan oleh para pejabat pemerintah sendiri. Dengan bubarnya negara Uni Republik Sosialis Soviet pada 25 desember 1991 yang kini menjadi negara persemakmuran, negara tersebut sekarang telah melepaskan sistem politik komunisnya.
Dengan demikian, kini teori pers komunis praktis hanya dianut oleh RRC karena negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni Soviet pun sekarang ini hampir semua melepaskan sistem politik komunisnya. Perbedaan teori pers ini dibanding dengan teori lain adalah dihilangkannya motif profit (yakni prinsip untuk menutup biaya) media, menomorduakan topikalitas (topikalitas adalah orientasi pada apa yang sedang ramai dibicarakan), jika dalam teori pers penguasa semata-mata orientasinya adalah upaya mempertahankan “status-quo”, dalam teori pers komunis Soviet orientasinya adalah perkembangan dan perubahan masyarakat (untuk mencapai tahap kehidupan komunis).
Teori pers komunis soviet memiliki prinsip kebebasan untuk menyatakan pendapat sesuai dengan kepentingan rakyat, dan negara akan melindunginya selama tidak bertentangan dengan negara. Sedangkan kebebasan yang bertentangan dengan negara tidak diperbolehkan, karena setiap sesuatu yang merugikan negara akan merugikan kelas pekerja. Penyensoran dan hukuman terhadap media karena mengecam atau merugikan citra negara dibenarkan dalam sistem dan teori pers komunis soviet.
Terdapat beberapa versi konsep yang lebih sederhana. Altschull (1984) ia menyebutkan tiga bentuk dasar sistem pers yang di kaitkan dengan dunia pertama (kapitalist-liberal), dunia kedua (sosialis-sovyet), dan dunia ketiga (negara-nrgara sedang berkrmbang). Secara berurutan Altschull menamakan ketiga sistem tersebut sebagai sistem “pasar”,”markis” dan “perkembangan”. Pandangan teori pasar terhadap kebebasan sangatlah berbeda, terutama pada hal definisi kebebasan itu sendiri yang mengandung makna negatif, yakni tidak adanya kontrol atau kebijakan pemerintah.


Fungsi Dan Peranan Pers Di Indonesia
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Selain diatas ada juga fungsi-fungsi menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai berikut :
Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi  kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi.
Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis.
Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

Perkembangan Pers Di Indonesia
Perkembangan pers di Indonesia berawal pada penerbitan surat kabar pertama, yaitu Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan yang terbit 7 Agustus 1774. Kemudian muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, antara lain Slompet Melajoe, Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907). Majalah tertua ialah Panji Islam (1912-an) Surat kabar terbitan peranakan Tionghoa pertama kali muncul adalah Li Po (1901), kemudian Sin Po (1910). Surat kabar pertama di Indonesia yang menyiarkan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah surat kabar Soeara Asia. Sesudah itu, surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah surat kabar Tjahaja (Bandung), Asia Raja (Jakarta), dan Asia Baroe (Semarang).
Corak kehidupan politik, ideologi, kebudayaan, tingkat kemajuan suatu bangsa sangat mempengaruhi sistem pers disua tnegara. Secara umum, di seluruh dunia terdapat pola kebijakan pemerintah terhadap pers yang otoriter dan demokratis. Diantara keduanya terdapat variasi dan kombinasi, bergantung tingkat perkembangan masing-masing negara. Ada yang quasi otoriter, ada yang quasi demokratis, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah tersusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa pers terjadi menjadi dua pengertian. Pertama, pengertian pers luas. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Kedua, dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. Juga Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga- lembaga masyarakat lainnya. Kemudian Pancasila itu sendiri Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur, yang mana unsur yang terkandung dalam sila-sila pancasila sampai saat ini. Pers Pancasila bias kami artikan sebagai media komunikasi secara tertulis maupun secara elektronik yang berasaskan pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Anwar. 2014. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: Slmbiosa Rekatama Media
Dharma Agus. 1991. Mass Communication Theory,second edition. PT Gelora Aksara Pratama
Nyari-makalah.blogspot.com

Komentar