Tata Cara Khutbah Jum'at, Khutbah Idul Fitri & Idul Adha, dan Cermah Biasa


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Diantara yang membedakan antara shalat id (Idul Fitri atau Idul Adha) dan shalat sunnah pada umumnya adalah adanya khutbah. Keberadaan khutbah yang mengiringi pelaksanaan shalat bisa dianggap penanda bahwa shalat tersebut ada pada moment yang penting, seperti khutbah jum’at yang di gelar pada hari berjuluk sayyidul ayyam (rajanya hari) dan khutbah istisqa’ kala umat Islam dialanda kekeringan.
Idul Fitri dan Idul Adha adalah waktu istimewa. Karena posisinya yang spesial ini, Rasulullah memerintahkan umat Islam untuk berduyun-duyun keluar rumah bersama-sama merayakan hari bahagia tersebut. Perempuan haid juga bisa turut melakukan hal yang sama, meski terpisah dari tempat shalat (lihat hadits riwayat Imam Bukhari Nomor 928). Mereka berhak mendengarkan khutbah, melantunkan takbir, doa, atau dzikir lainnya.
Rumusan Masalah
Apa pengertian khutbah ?
Bagaimana tata cara khutbah jum’at, khutbah idul fitri, dan khutbah idul adha?
Bagaimanakah hukum, rukun, dan syarat khutbah ?
Apa pengertian ceramah ?
Bagimana tata cara  ceramah?

Tujuan
Untuk mengetahui pengertian khutbah.
Agar mengetahui macam-macam khutbah dan tata caranya.
Untuk mengetahui hukum, rukun, dan syarat khutbah.
Untuk mengetahui pengertian ceramah dan tata caranya.

BAB II
PEMBAHASAN


Pengertian Khutbah
Khutbah adalah seni pembicaraan kepada khalayak yang di dalamnya terdapat suatu pesan.Didalam khutbah, biasanya penutur (khatib) menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran kepada mitra tutur (jama’ah). Hakikat khutbah adalah wasiat untuk bertaqwa, kepada khalayak baik bentuknya janji kesenangan maupun ancaman kesengsaraan (Luthfi Muhyiddin, 2013: 300).
Sedangkan khutbah secara terminologi adalah ceramah yang menggunakan ajaran agama. Khutbah merupakan kegiatan dakwah yang paling efektif yang bertujuan untuk mengajak orang lain untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan dengan memberi nasihat yang isinya berupa ajaran agama
(http://artikelkuislami.blogspot.com/2011/11/pengertian-khutbah.html).

Tata Cara Khutbah Jumat, Khutbah Idul Fitri, dan Khutbah Idul Adha
Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji’ala Madhabil Imam asy-Syafi’i I  karya  Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan ‘Ali asy-Asyarbaji diterangkan bahwa berbeda dari shalat jum’at, khutbah id dilaksanakan setelah shalat dua rakaat usai, bukan sebaliknya. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim menjelaskan bahwa Nabi Muhammad, Abu Bakar, dan Umar juga menunaikan dua shalat id sebelum khutbah(http://www.nu.or.id/post/read/79074/tata-cara-khutbah-idul-fitri-atau-idul-adha#).
Khatib yang disyaratkan berdiri (bila mampu) saat berkhutbah disunnahkan menyela kedua khutbah dengan duduk sebentar. Sebagimana diungkap dalam hadits Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah yang berkata:


السنه أن يخطب الإمام في العيدي ن خط بتين يفصل بيهما بجلوس
“Sunnah seorang Imam berkhutbah dua kali pada shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i)
Pada khutbah pertama khatib disunnahkan memulainya dengan membaca takbir hingga sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua membukanya dengan takbir tujuh kali. Saat khutbah berlangsung, jamaah diperintah untuk tenang, mendengarkan secara seksama, agar memperoleh proses kesempurnaan shalat id.
(http://www.nu.or.id/post/read/79074/tata-cara-khutbah-idul-fitri-atau-idul-adha# dan Agus Hermawan,2018: 45)

Hukum, Rukun Khutbah, dan Syarat-syarat Khutbah
Hukum khutbah dalam shalat id memang sunnah. Namun, ketika dikerjakan ia harus tetap memenuhi rukun khutbah. Rukun khutbah pada shalat id tidak berbeda dari rukun khutbah pada hari jum’at, yakni memuji Allah membaca shalawat, berwasiat tentang takwa, membaca ayat Al Qur’an pada salah satu khutbah, serta mendoakan kaum Muslimin pada khutbah kedua.
Khutbah terbagi menjadi dua bagian utama yang antara keduanya disunatkan kepada khatib untuk duduk sejenak. Struktur khutbah pertama dan kedua terdiri dari pembukaan (bagian awal), isi (bagian tubuh), dan penutup (bagian akhir). Dalam pembukaan (bagian awal), khatib menyampaikan kalimat pengantar sebelum masuk dalam pembahasan (gagasan, ide) khutbah. Sesuai petunjuk Nabi, pada bagian awal khatib memulai dengan (1) Membaca hambadallah/takbir, (2) Membaca syahadat, (3) Membaca shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, (4) Perkataan amma ba’du (Anis bin Ahmad bin Thahir, 2008: 47). Bagian isi sebagai pemaparan gagasan, ide atau isi khutbah yang berupa nasihat atau wejangan. Adapun bagian penutup sebagai penanda akhir khutbah yang biasanya berisi kesimpulan dari pembahasan (gagasan, ide) diikuti dengan do’a, permohonan ampun kepada Allah dan salam.
Adapun khutbah jum’at memiliki syarat dan rukun yang menjadi ciri sahnya khutbah ini dilakukan. Syarat khutbah jum’at adalah sebagai berikut:
Khutbah dikerjakan sebelum shalat Jum’at
Niat
Dengan bahasa Arab. Jika tidak mampu dengan bahsa Arab, makan disyaratkan ketika membaca ayat saja yang menggunakan bahasa Arab.
Khutbahnya dilakukan pada waktunya
Kedua khutbahnya diucapkan dengan suara keras
Antara khutbah pertama dan khutbah kedua dilakukan berturut-turut
Penyampaian kedua khutbah tersebut dengan berdiri jika sanggup
Duduk diantara dua khutbah untuk diam sejenak
Khatib suci dari hadats dan menutup aurat dalam kedua khutbahnya
Khatib adalah orang yang berkewajiban shalat Jum’at
Sedangkan rukun khutbah adalah sebagi berikut:
Memuji Allah
Bershalawat kepada Nabi Muhammad dalam dua khutbahnya
Berwasiat dengan takwa pada kedua khutbah
Membaca ayat Al-Qur’an dalam salah satu dari dua khutbah
Mendoakan kaum muslimin dan makminat, khususnya pada khutbah kedua (Luthfhi Muhyiddin, 2013: 302-303).
Adapun syarat dan rukun khutbah Id (Idul Fitri dan Idul Adha) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan khutbah Jumat, akan tetapi ada beberapa yang membedakannya menurut jumhur ulama dari empat madzhab, yakni:
Khutbah Jumat disampaikan sebelum shalat. Sedangkan khutbah pada shalat Ied disampaikan setelah shalat. Menurut madzhab Hanafi, khutbah Ied tidak sah bila didahulukan, bahkan harus diulangi.
Khutbah Jumat dimulai dengan pujian kepada Allah (hamdallah). Hal ini termasuk syarat atau rukun menurut madzab Syafi’i dan Hambali, sunah menurut madzab Hanafi, dan dan sunah yang dianjurkan madzab Maliki. Adapun khutbah Idul Fitri dan Idul Adha sunah dimulai dengan bacaan takbir.
Menurut madzab Hanafi, Hambali, Maliki yang mendengarkan khutbah Ied sunah mengucapkan takbir secara pelan-pelan ketika khatib bertakbir. Sementara menurut jumhur ulama, dalam khutbah Jumat haram berbicara, termasuk berdzikir. Namun menurut pendapat yang shahih dari madzab Hanafi, tidak makruh berdzikir ketika khutbah Jumat dan Ied. Sedangkan menurut madzhab Hambali, haram berbicara selain takbir dalam khutbah Jumat dan Ied.
Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa berbicara ketika mendengar khutbah Jumat dan Ied itu makruh, bukan haram dan sebaliknya hadirin mendengarkan saja ketika khutbah berlangsung.
Menurut madzhab Hanafi, khatib Ied jangan duduk di mimbar, keculi pada khutbah Jumat.
Menurut madzab Maliki, apabila khatiba Ied berhadas di tengah-tengah khutbahnya, ia boleh melangsungkan khutbahnya dan tidak perlu mencari pengganti. Hal yang sebaliknya terjadi pada khutbah Jumat.
Menurut madzhab Syafi’i, hal-hal yang sunah pada khutbah Jumat juga berlaku dalam khutbah Ied seperti harus berdiri, suci, menutup aurat, dan duduk di antara kedua khutbah (Nur Romdlon, 2015: https://www.brilio.net/news/7-perbedaan-khutbah-jumat-dengan-khutbah-ied-yang-perlu-kamu-tahu-150715y.html).

Pengertian Ceramah Biasa
Ceramah merupakan salah satu dari metode dakwah. Dan metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Metode dakwah juga dijelaskan dalam Quran Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S.An-Nahl:125)
Ayat diatas menjelaskan ada tiga macam metode dakwah diantaranya :
Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga didalam menjalankan ajaranajaran Islam selanjutnya mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
Mau‟izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka. Metode ini memberikan nasehat dengan cara yang lembut dan menggugah hati sehingga dapat menerima nasehat dengan baik.
Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaikbaiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah. Rasulullah SAW bersabda:
حَذِ يْثٌ جٌنْذَةٍ قَب لَ اننَّبِيْ صَهَي الله عَهَيْهِ وَسَهَّم : اقْرَ ؤٌ اانْقٌرْانَ
مَبايْتَهَفَتْ عَهَيْهِ قٌهٌىبٌكٌم,ف بءِ رَا اَخْهَفْتٌمْ فَقٌىْمٌىْا عَنْهٌ
Diriwayatkan dari Jundab, Nabi SAW bersabda, “Bacalah oleh kalian Al-Qur‟an yang dapat menyatukan hati0hati kalian, maka apabila kalian berselisih, maka berdirilah kalian darinya.
Seorang pendakwah perlu mempunyai metode dan sarana dakwah yang efektif, sehingga ia dapat menyampaikan dakwahnya secara bijak dan arif. Metode yang dipakai seorang pendakwah terkadang mempunyai cara masing-masing. Dalam pendidikan, ada metode pembelajaran yang memudahkan peserta didik memahami sebuah pelajaran. Dakwah memerlukan metode, agar mudah diterima oleh mitra dakwah. Metode yang dipilih harus benar, agar Islam dapat dimengerti dengan benar dan menghasilkan pencitraan Islam yang benar pula.Dan pada dasarnya bentuk dakwah itu ada tiga, yaitu dakwah bil-Lisan, dakwah tulis, dan dakwah tindakan. Dan dalam pembahasan kali ini, fokus kepada dakwah lisan dengan metode ceramah.
Ceramah merupakan metode lisan dakwah yang popular dan banyak di praktikan dalam masyarakat. Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seorang pendakwah pada suatu aktivitas dakwah. Ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampanye berpidato, khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya. Sedangkan tujuan ceramah yaitu untuk memberikan nasihat dan petunjuk Mengajak umat manusia kepada jalan yang benar dan diridhoi Allah SWT, mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT.
Metode ceramah sebagai salah satu metode berdakwah tidak jarang digunakan oleh pendakwah ataupun para utusan Allah dalam usaha menyampaikan risalahNya. Istilah ceramah di zaman mutakhir ini sedang ramai-ramainya dipergunakan instansi pemerintah ataupun swasta, organisasi (jam‟iyah), baik melalui televisi, radio, maupun ceramah secara langsung. Pada sebagian orang yang menanamkan ceramah/pidato ini dengan sebutan retorika dakwah, sehingga ada retorika dakwah, retorika sambutan, peresmian dan sebagainya. Metode ceramah dipergunakan sebagai metode dakwah, efektif apabila :
Obyek atau sasaran dakwah berjumlah banyak.
 Penceramah (mubaligh) orang yang ahli berceramah dan berwibawa.
 Sebagai sarat dan rukun suatu ibadah seperti khutbah jum’at dan hari raya.
Tidak ada metode lain yang dianggap paling sesuai dipergunakan. seperti dalam walimatul arsy mungkin yang playing, diskusi dan sebagainya.
Ceramah yang baik adalah bila ceramah tersebut dapat menarik perhatian para pendengar serta mudah ditangkap maksud dan tujuannya. Ini dapat dicapai bila si penceramah/ mubaligh betul-betul mempersiapkan diri dan mempersiapkan bahan bahan ceramahnya serta ditunjang dengan adanya bakat dan kewibawaan.

Unsur-unsur Ceramah
Sebagai salah satu dari metode dakwah ceramah memiliki unsurunsur yang sama dengan dakwah diantaranya:
Pendakwah (Pelaku dakwah )
Pendakwah adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi/lembaga.
Mad‟u (Penerima Dakwah)
Mad‟u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, penerima dakwah. Muhammad Abduh membagi mad‟u menjadi tiga golongan, yaitu:
Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan.
Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
 Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.
 Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan atau topik kajian yang disampaikan oleh seorang Pendakwah kepada mad‟u. Yang menjadi materi dakwah yakni, ajaran yang ada dalam al-Qur‟an dan al-Hadist. Endang Saifuddin Anshari membagi pokok-pokok ajaran Islam sebagai berikut:
Akidah, yang meliputi iman kepada Allah SWT. Iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-rasul Allah, dan iman kepada qadla dan qadar.
 Syariah, yang meliputi ibadah dalam arti khas (thaharah, shalat, as-sahum, zakat, haji) dan muamalah dalam arti luas (alqanun al khas/hukum perdata dan al-qanun al-„am atau hukum publik).
Akhlak, yang meliputi akhlak kepada al-khaliq dan makhluq (manusia dan non manusia) (Inayatus, 2018: 16-22).

Tata Cara Ceramah
Ceramah berarti pidato, berbicara di depan khalayak atau audien yang banyak. Ceramah merupakan salah satu metode lisan dakwah yang banyak dipraktikan dalam masyarakat. Pada zaman Rasulullah metode ceramah juga sering digunakan. Ceramah merupakan kelompok bicara satu arah, pembicara menyampaikan gagasannya kepada pihak lain dan tidak memerlukan reaksi berupa tanggapan atau respon. Dalam melakukakan ceramah tentunya ada interaksi langsung antara pendakwah dan mad‟u, maka dari itu perlu persiapan yang matang sebelum melakukan ceramah. Diantara berbagai alat terpenting yang dimiliki pembicara untuk membantu menjelaskan gagasannya adalah kemampuan mendefinisikan apa saja, sebelum seseorang dapat mengatakan fakta kepada seseorang, ia harus memutuskan apakah pendengarnya mengerti kata-kata yang akan digunakan. Jika pendengarnya tidak mengerti kata yang disebut pembicara, mungkin pendengar akan salah paham dan bingung. Hal tersebut juga berlaku untuk aktivitas dakwah dengan metode ceramah, salah satu tujuan utama dakwah ialah berkomunikasi seefektif mungkin dengan mad‟u atau audien. Dan hal tersebut dapat tercapai dengan adanya pemahaman mad‟u mengenai isi ceramah yang disampaikan.
Seorang pendakwah yang bertugas menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar dalam penyampaiannya dituntut agar mad‟u tidak hanya mendengar pesan dakwah melainkan dapat memahami dan menerapkan isi dakwah dalam kehidupannya. Dan salah satu kecakapan yang harus diperhatikan ialah keterampilan berbicara mulai dari pemilihan kata dan gaya bahasa yang digunakan. Apabila pemilihan kata yang digunakan tepat, dan sesuai dengan kondisi mad‟u atau audien maka isi ceramah yang disampaikan akan diterima oleh mad‟u atau audien. Sedangkan gaya bahasa seorang pendakwah sesuai dengan ciri khas masing-masing, dan hal tersebut menjadi pembeda pendakwah satu dengan yang lainnya.
Berkenaan dengan itu, sudah jelas bahwa pendakwah ialah orang yang berpengaruh dalam penyampaian isi dakwah, mengerti bagaiamana kondisi mad‟u atau audiennya, baik dari aspek geografis maupun psikologis. Dan kedua aspek itu juga mempengaruhi pemilihan kata dan gaya bahasa yang akan dipilih seorang pendakwah. Komunikan (mad‟u) yang akan mengkaji siapa komunikator yang akan menyampaikan pesan tersebut. Jika ternyata informasi yang diutarakan tidak sesuai dengan diri komunikator betapapun tingginya teknik komunikasi yang digunakan maka hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Seorang pendakwah yang berdakwah biasanya mempunyai daya tarik tersendiri, salah satunya cara penyampaian isi dakwah kepada mad‟u atau audien, baik dari segi pemilihan kata atau gaya bahasa yang digunakan. Apabila pemilihan kata dan gaya bahasa yang disampaikan dapat memahamkan mad‟u atau audien bahkan dapat menarik perhatian mad‟u, maka isi dakwah yang disampaikan dapat diamalkan oleh audien.
Seorang pendakwah tentunya mempunyai ciri khas dalam pemilihan kata atau biasa disebut dengan diksi dan juga gaya bahasa pada aktivitas ceramahnya. Diksi atau pilihan kata merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam proses dakwah, suatu kekhilafan yang besar apabila menganggap bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, persoalan yang tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada setiap manusia. Karena apabila pemilihan kata yang digunakan tidak tepat dengan kondisi mad‟u atau audien, maka isi dakwahpun hanya akan menjadi bahan pendengaran saja. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan gagasan, bagaiamana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi masyarakat (Inayatus, 2018: 3-6).


BAB III
KESIMPULAN

Pengertian Khutbah
Khutbah adalah seni pembicaraan kepada khalayak yang di dalamnya terdapat suatu pesan.Didalam khutbah, biasanya penutur (khatib) menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran kepada mitra tutur (jama’ah).
Tata Cara Khutbah Jumat, Khutbah Idul Fitri, dan Khutbah Idul Adha
Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji’ala Madhabil Imam asy-Syafi’i I  karya  Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan ‘Ali asy-Asyarbaji diterangkan bahwa berbeda dari shalat jum’at, khutbah id dilaksanakan setelah shalat dua rakaat usai, bukan sebaliknya. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim menjelaskan bahwa Nabi Muhammad, Abu Bakar, dan Umar juga menunaikan dua shalat id sebelum khutbah.
Pengertian Ceramah Biasa
Ceramah merupakan salah satu dari metode dakwah. Dan metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Agus. 2018. Retorika Dakwah. Kudus. Yayasan Hj. Kartini Kudus.
Muhyiddin, Luthfi. 2013. Jurnal At-Ta’dib: Gaya Bahasa Khutbah Jum’at (Kajian Pola Retorika). Gontor. Fakultas Tarbiyah: Institut Studi Islam Darussalam Gontor.
Thahir, Anis bin Ahmad bin. 2008. Petunjuk Nabi SAW dalam Khutbah Jum’at. Jakarta. Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Artikelkuislami. 2011. Pengertian Khutbah.
http://artikelkuislami.blogspot.com/2011/11/pengertian-khutbah.html. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2018 pukul 15:10 WIB.
Romdlon, Nur. 2015. Shalat Ied Yang Dilaksanakan Saat Idul Fitri Dan Idul Adha Mempunyai Kesamaan Denagn Shalat Jumat.https://www.brilio.net/news/7-perbedaan-khutbah-jumat-dengan-khutbah-ied-yang-perlu-kamu-tahu-150715y.html. Diakses pada 21 Oktober 2018 pukul 12:45 WIB.
Ubudiyah. 2017. Tata Cara Khutbah Idul Fitri atau Idul Adha. http://www.nu.or.id/post/read/79074/tata-cara-khutbah-idul-fitri-atau-idul-adha#. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 puku 06:30 WIB.
Solikhatus,Inayah. 2018. Jurnal Retorika Dakwah. “Diksi Dan Gaya Bahasa Dalam Ceramah Hj Ainurrohmah Di Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban”. https://www.google.co.id/url?sa=t&surce=web&rct=j&url=http://digilib.uinsby.ac.id/22954/7/Innayatussolikhah_B9124074.pdf. Diakses pada tanggal 22 oktober 2018 pukul 11.33 WIB.

Komentar